Apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang mahasiswa?
Pertanyaan ini mengandaikan adanya satu konsep tentang mahasiswa. Untuk dapat menjawabnya perlu diketahui lebih dahulu apa itu mahasiswa. Setelah itu dapat diketahui apa keutamaan mahasiswa dan bagaimana sebaiknya mereka berlaku.
Mahasiswa secara harafiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, entah di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai pelajar di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa. Menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah administratif.
Untuk memahami apa itu mahasiswa secara menyeluruh, kita perlu melihat jauh ke masa tradisi pendidikan tinggi dimulai. Sebelum kita memusatkan pembahasan pada topik bagaimana sebaiknya menjadi mahasiswa, kita akan berputar-putar dahulu melihat sejarah pendidikan tinggi.
****
Sebuah zaman yang dapat dikatakan sebagai awal dari tradisi akademis adalah masa Yunani Kuno, tepatnya masa ketika filsafat mulai berkembang. Tokoh utama yang perlu kita sebut di sini adalah Socrates, Plato dan Aristoteles.
Socrates adalah filsuf Yunani Kuno yang memulai pembicaraan tentang pendidikan. Ia menegaskan bahwa pendidikan tentang pengetahuan dan moral perlu diajarkan kepada anak-cucu kita. “Bukanlah harta-benda, emas-permata yang harus kita wariskan pada anak-cucu kita, melainkan moral, pengetahuan dan tata susila yang baiklah yang harus kita ajarkan kepada mereka.” Begitu Socrates memulai ide tentang pendidikan. Socrates menegaskan bahwa manusia perlu melakukan refleksi tentang hidupnya agar dapat mencapai hidup yang baik dan bahagia. Manusia harus mencapai jiwa yang baik agar dapat hidup bahagia. Jiwa yang baik adalah jiwa yang berpengetahuan. Mencapai jiwa yang berpengetahuan inilah yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan dasar pemikiran ini, Socrates berkeliling mengajak orang-orang berdialog, mengajak mereka mencapai jiwa yang baik. Ia kemudian memiliki banyak murid. Di antaranya Plato. Lebih jauh dari Socrates, Plato mempelopori Akademia, sebuah cikal-bakal sekolah yang terletak di sebuah taman yang bernama Akademos. Akademia adalah tempat Plato beserta murid-muridnya berkumpul membicarakan berbagai permasalahan hidup. Pembicaraan mereka mencakup bidang yang luas, dari masalah jiwa hingga negara, dari masalah pengetahuan sampai seni. Di sini pemikiran Plato dan murid-muridnya muncul dan berkembang. Pemikiran Plato tentang pendidikan pun diajarkan di Akademia. Plato melihat pendidikan sebagai sarana yang penting untuk dapat menghasilkan manusia-manusia yang mengenal pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan yang meliputi banyak bidang. Dengan pendidikan diharapkan dapat muncul pemimpin negara yang unggul dan mampu membawa masyarakatnya menuju kebahagiaan dan kesejahteraan.
Salah satu murid Plato adalah Aristoteles, seorang filsuf yang tak kalah besar dibanding Plato. Aristoteles dapat dibilang sebagai pelopor ilmu pengetahuan empiris dan logika. Ia pun memandang penting peran pendidikan. Salah satu jasanya adalah mendirikan Lyceum, sebuah sekolah yang juga jadi cikal bakal perguruan tinggi. Di Lyceum diajarkan berbagai hal yang dianggap sebagai keutamaan manusia. Bagi Aristoteles, selain sebagai makhluk rasional, manusia juga adalah makhluk sosial. Seorang manusia dikatakan utuh jika ia dapat memenuhi fungsinya sebagai makhluk rasional yang penuh refleksi serta berpengetahuan dan sekaligus aktif memberi sumbangan yang berharga bagi masyarakatnya. Manusia harus dapat mengaplikasikan pengetahuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dari gambaran tentang tiga filsuf perintis awal pendidikan tinggi tersebut terlihat bahwa pengetahuan yang diperoleh lewat pendidikan pada akhirnya harus dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di sini kita mencatat pendidikan merupakan satu media penghasil manusia yang dapat berguna bagi masyarakatnya.
Setelah melewati kebekuan di masa kekuasaan Romawi dan sebagian besar Abad Pertengahan, peran pendidikan mulai terasa kembali pada abad ke-12. Sebagai upaya menafsirkan berbagai pemikiran dari Santo Agustinus (354-430) yang selama berabad-abad diterima begitu saja terutama di lingkungan gereja, mulai bermunculan beberapa lingkungan belajar. Dalam lingkungan belajar ini mulai tampil sifat-sifat pendidikan tinggi yang sekarang kita kenal.
Lingkungan belajar itu di Paris dikenal dengan nama universitas magistrorum et scholarium. Lingkungan belajar ini mendapat hak otonomi yang dikukuhkan berdasarkan dekrit pimpinan tertinggi gereja (Paus). Dengan otonomi yang dimiliki, cikal-bakal perguruan tinggi ini memiliki keleluasaan untuk menyelenggarakan pelajaran dan pengembangan pemikiran meskipun publikasinya masih terbatas dalam lingkungan sendiri. Kemudian nama universitas magistrorum et scholarium berubah menjadi universitas literarum yang secara harafiah berarti perguruan tinggi kesusastraan. Namun yang dipelajari di dalamnya meliputi juga filsafat dan berbagai persoalan manusia di luar kesusastraan. Dengan munculnya universitas magistrorum et scholarium yang kemudian berubah menjadi universitas literarum, maka Paris dikenal sebagai kota universitas pertama.
Seiring dengan berkembangnya universitas dan semakin meluasnya bidang kajian di dalamnya, disusunlah pengelompokan yang lebih terbatas dan terdiri atas mereka yang berminat sama terhadap bidang studi tertentu. Kelompok kajian yang lebih khusus ini disebut collegium. Bentuk inilah yang didirikan oleh Robert de Sorbon pada tahun 1253 yang kemudian menjadi cikal-bakal universitas Sorbon di Paris.
Munculnya universitas dan collegium meskipun ruang geraknya masih dibatasi di dalam lingkungannya masing-masing, memberi pengaruh cukup besar bagi kondisi Eropa pada masa itu. Eropa yang selama Abad Pertengahan dikuasai oleh para agamawan yang seringkali bekerjasama dengan para penguasa kerajaan untuk menindas rakyatnya, mulai menampilkan wajah-wajah baru, yaitu wajah orang-orang hasil didikan perguruan tinggi yang makin peduli pada keadaan masyarakat di sekitarnya. Abad Pertengahan yang juga dikenal sebagai Abad Kegelapan merupakan pengantar bagi munculnya jaman baru yang dikenal dengan sebutan masa Renaissance. Mereka yang belajar di perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai pelopor awal bagi munculnya jaman baru tersebut.
Kelahiran kembali atau kebangkitan kembali. Itulah makna kata renaissance. Zaman Renaissance adalah zaman yang ditandai oleh semakin leluasanya pengungkapan daya manusia secara menyeluruh, tanpa terlalu menghiraukan berbagai tabu yang tadinya secara a priori (tanpa dasar empirik) menjadi pembatas terhadap perkembangan alam pemikiran manusia. Perkembangan pemikiran semakin pesat di masa ini. Berbagai pandangan baru tentang banyak hal dikemukakan dan berbagai ide perbaikan diajukan. Berbagai pandangan baru dan ide perbaikan ini mengarahkan Eropa ke Zaman Modern yang sarat dengan perbaikan dan kemajuan yang pesat dalam banyak bidang.
Zaman modern merupakan zaman yang ditandai oleh terjadinya kemajuan (progress) yang begitu pesat di segala bidang. Di zaman modern ditegaskan bahwa kemajuan adalah baik dan harus selalu dilakukan oleh manusia. Perbaikan, kemajuan dan segala upaya yang membawa manusia kepada kesejahteraan dapat dilakukan manusia karena manusia memiliki rasionalitas. Manusia mampu berpikir secara otonom serta mampu membebaskan diri dari segala macam kekangan dan penindasan.
Tokoh yang dianggap memulai babak pemikiran modern adalah Rene Descartes (1509-1650) yang menegaskan bahwa rasio manusia dapat memahami alam semesta dan melakukan berbagai perbaikan bagi kesejahteraan manusia. Tokoh lainnya yang terkenal dan berperan penting dalam Zaman Modern adalah Immanuel Kant (1724-1804). Kedua tokoh ini merupakan keluaran dari universitas. Mereka melakukan berbagai tindakan yang dapat dikatakan menjadi ciri seorang akademisi, melakukan penelitian, mempublikasikan karya mereka dengan berbagai resiko, dan memberi sumbangan bagi perkembangan peradaban manusia.
Perkembangan pemikiran manusia sejak Zaman Modern hingga akhir abad ke-20 ini tampaknya berjalan lancar. Perguruan tinggi bermunculan di seantero dunia. Banyak buah pikiran yang kemudian diterapkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat muncul dari lingkungan perguruan tinggi.
Dari sekilas sejarah perkembangan pemikiran manusia terutama tentang pendidikan dan peran perguruan tinggi, kita melihat bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia.
****
Lalu apa kaitan sejarah panjang lebar itu dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa?
Sejak masa Socrates, Plato, Aristoteles hingga Immanuel Kant, juga para pemikir abad ke-20, terlihat peran orang-orang hasil didikan perguruan tinggi. Peran mencolok yang jelas-jelas tertangkap adalah peran pembaharu. Orang-orang yang berasal dari universitas banyak melakukan pembaruan di banyak bidang kehidupan. Beratus-ratus halaman kertas yang kita butuhkan untuk menuliskan nama para penemu yang berasal dari perguruan tinggi.
Peran pembaharu yang kelak akan dijalankan oleh mahasiswa ketika ia terjun ke masyarakat menuntut mahasiswa untuk melatih dirinya sebagai pembaharu. Ia dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pembaruan dan perbaikan di berbagai bidang. Kepekaan itu harus dilatih sejak awal ia masuk ke perguruan tinggi.
Peran mahasiswa sebagai calon pembaharu berkaitan erat dengan perannya sebagai calon cendekiawan. Sebagai calon cendekiawan, mahasiswa harus melatih kepekaannya sedemikian rupa sehingga pada saat terjun ke masyarakat ia siap menjalankan perannya sebagai cendekiawan. Kelak, sebagai seorang cendekiawan ia dituntut menyumbangkan pemikiran untuk melakukan berbagai perbaikan. Mengutip Julien Benda (1927), kaum cendekiawan adalah mereka yang berperan sebagai pihak yang “...memberi petunjuk dan memberi pimpinan kepada perkembangan hidup kemasyarakatan,” dan bukannya “...malahan menyerahkan diri kepada golongan yang berkuasa yang memperjuangkan kepentingan mereka masing-masing.”
Selain sebagai calon pembaharu dan cendekiawan, mahasiswa juga nantinya diharapkan akan menjadi penyangga keberlangsungan hidup masyarakatnya. Setelah lulus mahasiswa dituntut untuk terus meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Ia dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya agar menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi orang banyak.
Di sini saya nyatakan definisi mahasiswa sebagai: calon pembaharu, calon cendekiawan dan calon penyangga keberlangsungan hidup masyarakat. Nantinya mahasiswa diharapkan menjadi pembaharu, cendekiawan, dan penyangga keberlangsungan hidup masyarakat. Tiga hal itu menjadi tujuan yang akan dicapai oleh mahasiswa melalui perguruan tinggi merupakan dasar bagi penentuan kualitas-kualitas psikologis apa yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa. Tujuan-tujuan itu juga menjadi dasar pertimbangan bagi penentuan kegiatan-kegiatan apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh mahasiswa.
****
            Dengan definisi mahasiswa seperti yang saya nyatakan maka ada tiga kualitas psikologis mahasiswa yang diajukan di sini. Ke-3 kualitas itu adalah: 1) keterbukaan pikiran; 2) kemampuan berpikir kritis; dan 3) kreativitas.
Kualitas pertama yang harus dimiliki mahasiswa adalah keterbukaan pikiran. Alasannya adalah sebagai berikut.
Berpikir adalah kegiatan mental yang dilakukan manusia untuk mengolah informasi, baik yang diperoleh dari lingkungan maupun yang sudah ada dalam benak. Pengertian kegiatan mental disini adalah berkerjanya elemen-elemen sistem syaraf manusia. Informasi adalah segala sesuatu yang dapat dipersepsi oleh manusia. Sedangkan kegiatan mengolah informasi meliputi kegiatan menanggapi dan mencipta informasi. Dalam proses ini orang menanggapi informasi yang dimilikinya, menafsirkan makna dan maksud informasi, mereka-reka pengaruh informasi itu terhadap dirinya, serta menimbang-nimbang seberapa jauh keterangan-keterangan yang dikandung informasi itu penting bagi dirinya dan orang lain. Kegiatan menanggapi informasi itu seringkali menghasilkan satu informasi baru, dengan kata lain dalam kegiatan ini manusia menciptakan informasi baru. Informasi baru ini dapat berbentuk kesimpulan atau pertanyaan.
            Dari definisi tentang berpikir tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir harus selalu melibatkan informasi. Tanpa informasi, manusia tidak dapat berpikir. Semakin banyak informasi, semakin lancar kegiatan berpikir. Implikasinya, semakin manusia mampu menyerap informasi, semakin ia mampu berpikir dengan baik. Kemampuan menyerap informasi mensyaratkan adanya keterbukaan dalam benak (pikiran) manusia. Di sinilah letak kesamaan pikiran dengan parasut seperti yang disebut di awal tulisan ini.
Apa jadinya kalau pikiran tidak terbuka?
Kalau pikiran tidak terbuka, manusia masih dapat berpikir, namun kegiatan berpikirnya lebih menyerupai kegiatan instingtif pada hewan. Kegiatan berpikir yang dilakukannya cuma sekedar pengulangan dari yang sudah dilakukan olehnya dan nenek-moyangnya. Dengan berpikir macam ini manusia lebih mungkin mengalami banyak kecelakaan. Dengan berpikir yang hanya mengandalkan insting, manusia tidak tahu bagaimana menemukan cara baru untuk menghindari bencana, mencegah terjadinya kecelakaan dan menangani akibat kecelakaan.
Mahasiswa sebagai calon pembaharu, calon cendekiawan dan penopang hidup masyarakat membutuhkan kualitas keterbukaan pikiran agar dapat membuka diri ke berbagai hal baru. Untuk dapat melakukan pembaruan, seseorang harus mampu melihat berbagai hal yang berbeda dengan kondisi yang ada saat ini. Ia harus dapat membuka dirinya terhadap berbagai kemungkinan.
***
Kualitas kedua yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa adalah kemampuan berpikir kritis.
Setiap saat seorang mahasiswa selalu berhadapan dengan informasi, baik dari buku, hasil observasi, media massa, iklan, juga dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Sebagian besar informasi berasal dari pernyataan-pernyataan verbal. Informasi digunakan untuk membuat analisis dan kesimpulan yang akan dituangkan dalam tulisan, juga untuk menentukan berbagai keputusan. Setiap orang bisa salah dalam mengambil kesimpulan atau keputusan karena menerima informasi yang tidak tepat. Para ilmuwan, psikolog, dokter, dan ahli lainnya bisa memberi saran yang salah karena tidak cermat menimbang informasi. Akibatnya, para pengguna jasa mereka sering dirugikan karena terlalu cepat percaya pada informasi yang salah. Sebagai calon pembaharu dan cendikiawan, mahasiswa harus melatih kemampuannya menimbang informasi secara cermat agar saat terjun ke masyarakat ia dapat memberikan masukan-masukan yang tepat dan membantu masyarakatnya terhindar dari kerugian akibat kesalahan menggunakan informasi.
Bagaimana caranya menghindari kerugian atau kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan informasi? Moore dan Parker (1986) mengemukakan satu cara, yaitu dengan berpikir kritis. Menurut mereka, berpikir kritis memperbesar kemungkinan manusia memperoleh informasi yang benar. Informasi yang benar sangat membantu manusia mengambil tindakan yang tepat.
Berpikir kritis di sini didefinisikan sebagai:
“...usaha yang dilakukan secara aktif, sistematis dan mengikuti prinsip-prinsip logika serta mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk memahami dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau ditangguhkan putusannya.” (Takwin, 1997).
Dengan melakukan pertimbangan yang hati-hati dan cermat sebelum memberi putusan atau judgement, seseorang bisa terhindar dari penggunaan informasi yang menyesatkan (Moore & Parker, 1986).
Inti dari berpikir kritis adalah tidak begitu saja menerima apa yang ada. Seorang yang berpikir kritis akan menanggapi secara hati-hati informasi-informasi yang diperolehnya. Sebelum ia mengambil keputusan tentang sebuah informasi, ia terlebih dahulu menimbang-nimbang informasi itu dengan cermat, sistematis dan memanfaatkan informasi-informasi tambahan yang mungkin ia peroleh.
Seseorang yang ingin melakukan perbaikan atau pembaruan, terlebih dahulu harus menemukan adanya ketidakberesan di sekelilingnya. Untuk dapat menemukan hal yang tidak beres itu, ia terlebih dahulu harus tidak begitu saja menerima segala sesuatu apa adanya.
Seperti seorang ilmuwan, seorang mahasiswa yang berpikir kritis menyelidiki asumsi yang melandasi keputusan, kepercayaan (belief), dan tindakan mereka. Ketika dihadapkan dengan ide-ide baru atau argumen yang persuasif, mereka mengevaluasinya secara hati-hati, memeriksa konsistensi logika yang digunakan, waspada terhadap asumsi-asumsi yang tersirat yang mungkin mendistorsi gagasan utama. Mereka memberi perhatian kepada konteks dari penggunaan ide atau tindakan yang ditampilkan. Orang yang berpikir kritis tidak begitu saja menerima solusi dan pernyataan absolut yang muncul. Mereka skeptis terhadap jawaban sederhana untuk problem yang kompleks. Alih-alih menerima jawaban yang tersedia mendadak atau petuah umum yang sudah klise, mereka lebih mengembangkan cara alternatif dalam memahami situasi dan mengambil tindakan.

****
Kualitas berikutnya yang harus dimiliki mahasiswa adalah kreativitas. Definisi dari kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif adalah:
Kemampuan untuk membuat produk atau kombinasi baru berdasarkan data atau informasi yang tersedia, dilakukan melalui kegiatan menemukan berbagai kemungkinan solusi serta didasarkan pada kriteria kelancaran, keaslian, keluwesan, kemampuan mengelaborasi, dan mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan kombinasi baru yang dihasilkan.
Sebagai calon pembaharu, mahasiswa harus memiliki kemampuan kreatif. Secara umum kreativitas dibutuhkan untuk menciptakan hal-hal baru yang menjawab permasalahan dan pemenuhan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Pada awalnya adalah adanya kesenjangan antara yang diinginkan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, ada kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh apa yang ada. Kesenjangan antara kebutuhan dengan alat pemenuh kebutuhan ini menuntut seseorang untuk mengurangi bahkan menghapus kesenjangan itu dengan menciptakan produk-produk baru. Produk-produk baru itu diharapkan kemudian dapat memenuhi kebutuhan.
Selain produknya yang baru, cara-cara produksi, teknik dan metode yang digunakan juga dituntut untuk diperbaharui. Hal ini berkaitan erat dengan efisiensi dan tingkat produktivitas kerja. Dengan adanya cara, teknik dan metode baru yang lebih baik diharapkan biaya dapat menjadi lebih murah, penggunaan bahan baku lebih sedikit untuk hasil yang lebih baik, dan penggunaan sumber daya alam lebih hemat.
Penemuan-penemuan hal baru yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah tugas pembaharu yang nantinya akan disandang oleh mahasiswa. Di sini menjadi jelas bahwa mahasiswa membutuhkan kreativitas agar nantinya mampu menjadi pembaharu dan mampu memberi arah kepada masyarakat ke jalan yang lebih sejahtera.
****
Dengan dijelaskannya apa itu mahasiswa, apa tujuannya dan kualitas-kualitas apakah yang perlu dicapai olehnya, maka kita dapat lebih mudah menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa.
Berbagai kegiatan yang menambah keterbukaan pikiran, melatih kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif sangat baik untuk diikuti mahasiswa. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan komunikasi seperti aktif dalam organisasi dan diskusi sangat menunjang keterbukaan pikiran dan kemampuan berpikir kritis.
Komunikasi ¾proses penyampaian ide, pikiran, dan keahlian suatu pihak kepada pihak lain¾ mempercepat proses pemahaman nilai-nilai baru. Dalam komunikasi terjadi pertukaran informasi, masing-masing orang akan mencurahkan isi pikirannya kepada orang lain. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan pengertian yang menyeluruh tentang pikiran dan perasaan seseorang. Semakin sering seseorang berkomunikasi, semakin terlatih dan semakin baik kemampuan berpikir intersubyektifnya (kemampuan memahami orang lain). Dengan kemampuan berpikir intersubyektif yang baik seseorang dapat mengerti informasi-informasi dari orang lain dengan baik. Dengan demikian ia bisa mengetahui maksud sebenarnya dari informasi yang diterimanya itu. Ia dapat memahami mengapa seseorang mengemukakan suatu pendapat, apa yang melatarbelakanginya dan untuk tujuan apa. Pada akhirnya dia juga bisa memahami sistem nilai dan norma yang mempengaruhi orang lain itu.
            Pemahamannya itu membuat ia memiliki pengetahuan tentang banyaknya pendapat yang berbeda-beda yang masing-masing memiliki kemungkinan untuk benar. Hal ini membuat ia tidak kaku terhadap satu pendapat saja. Dengan pemahamannya ini ia terdorong untuk melakukan proses dialog setiap kali akan mengambil tindakan, baik dialog dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Ia juga dapat meningkatkan kemampuannya untuk kritis terhadap masyarakat dan obyek di sekelilingnya.
Ada banyak bentuk komunikasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kebiasaan berpikir kritis, di antaranya diskusi, tanya-jawab, melakukan permainan-permainan yang melibatkan proses komunikasi, dan memberikan umpan balik kepada pendapat orang lain. Yang penting, dalam komunikasi harus ada hubungan yang setara antara peserta komunikasi.
Kegiatan lain yang perlu dilakukan mahasiswa adalah kegiatan yang melatih penghayatan proses dalam diri mahasiswa. Penghayatan proses adalah kegiatan menelusuri proses terjadinya sesuatu, mencari tahu mengapa dan  bagaimana sesuatu terjadi. Misalnya mencari tahu mengapa mahasiswa harus mengikuti aturan-aturan universitas. Dengan melakukan kegiatan ini mahasiswa dapat lebih mampu memahami mengapa sesuatu terjadi. Mahasiwa bisa lebih tahu seluk-beluk dari sesuatu. Selain itu, kebiasaan melakukan penghayatan proses membuat pikiran terlatih melakukan analisis, peka terhadap hal-hal yang tidak masuk akal, dan mampu menemukenali (identifikasi) masalah  secara jernih. Dengan kepekaan dan kemampuan itu, mahasiswa dapat lebih kritis dalam berpikir.
Penghayatan proses ini bisa dilakukan dengan cara menanyakan “apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa  sesuatu itu ada?” Misalnya:  Apa itu peraturan? Mengapa orang harus mentaati peratuan?  Bagaimana peraturan dibuat? Untuk apa peraturan dibuat?
Komukasi dan penghayatan proses juga meningkatkan kreativitas. Dengan banyaknya informasi yang diperoleh dari kegiatan komunikasi dengan orang lain, mahasiswa lebih banyak menyerap informasi dan memperluas wawasannya. Dengan wawasan yang luas mahasiswa lebih mampu menemukenali berbagai kekurangan dalam masyarakat dan memiliki cukup informasi untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Selain itu, sebagai manusia, mahasiswa juga jadi dapat lebih memahami manusia-manusia lainnya.
Penghayatan proses menghasilkan pemahaman dalam benak mahasiswa tentang bagaimana sesuatu bisa terjadi. Pemahaman ini dapat meningkatkan kemampuannya untuk menelaah masalah dari ujung sampai pangkal untuk kemudian merancang solusinya. Jika solusi itu adalah sesuatu yang belum ada, maka akan lebih mudah bagi mahasiswa nantinya untuk menemukan solusi baru karena ia terlatih untuk menerima, menemukan dan menciptakan hal baru. Pemahaman terhadap proses terjadinya sesuatu akan memberikan semacam petunjuk awal bagainya untuk menyusun konstruksi baru demi ditemukan solusi baru  bagi penyelesaian masalah.
****
Demikian beberapa catatan penting untuk diketahui seorang mahasiswa yang tidak hanya ingin menjadi mahasiswa dalam makna administratif. Makna menjadi mahasiswa lebih jauh dari sekedar terdaftar dan belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa yang diharapkan akan menjadi pelopor bagi kemajuan dan penopang keberlangsung hidup masyarakatnya, memerlukan jauh lebih dari sekedar kuliah di kelas dan menghafal apa yang dikatakan dosen. Sejak awal seorang mahasiswa harus membiasakan diri berkutat dengan berbagai persoalan dalam masyarakat sebab persoalan-persoalan itu nantinya akan jadi persoalannya. Menjadi mahasiswa berarti menjadi orang yang terlibat dalam persoalan-persoalan masyarakatnya.***
Sebelumnya: Pentingnya Empati dalam Pendidikan
Selanjutnya : Sekilas tentang Keterbukaan Pikiran

0 Comments:

Post a Comment



tab 1 - Click >> Edit

tab 3 - Click >> Edit

tab 2 - Click >> Edit

Tab 5 - Click >> Edit

Tab 4 - Click >> Edit

adsense 300px X 250px

adsense link 728px X 15px